Ramadhan 1444 H hari ke-5
Sore ini sepulang kerja, aku menangis keras-keras sampai mataku bengkak dan hidungku perih karena aku harus melakukan sesuatu yang tidak ingin kulakukan. Salah satu alasan aku benci menjadi orang dewasa; harus melakukan yang sebenarnya tidak ingin kulakukan 😦
Setelah puas menangis sambil curhat penuh drama pada-Nya, masih saja berbolak-balik dengan satu doa yang berubah-ubah seratus delapan puluh derajat dari waktu ke waktu, aku memutuskan untuk masak hehe sungguh sebuah kedewasaan yang tak kusangka ada dalam diriku tetap mengurus hidupku apapun yang terjadi. Good job, you!
Di tengah aktivitas potong memotong, cuci mencuci, dan tumis menumis aku mendengarkan podcast lucu (maaf ya Tuhan sore ini aku tidak mendengarkan ceramah karena aku sedang tidak butuh asupan melankolia tambahan). Pikiranku melayang ke sana ke mari. Sampai akhirnya masakanku selesai dan waktu berbuka tiba.
Masakanku enak sekali~ dan itu membuatku bahagia wkwk
Selepas magrib, aku rebahan sejenak dan pikiranku berkelana–meminta dituliskan, supaya terekam. Sore ini aku menyadari, aku tumbuh tinggi sekali. Aku yang dulu layu, kering, dan seakan tinggal menunggu mati–tumbuh kembali! Betapa jika sepuluh tahun lalu ada yang bilang padaku “Tenang saja, sepuluh tahun lagi kamu akan jadi orang yang sama sekali lain and you’ll be more than fine.” maka aku akan menganggapnya gila. Bahwa sungguh kupikir diri dan hidupku sudah tidak akan mungkin lagi bertumbuh, berevolusi, berkembang. Lalu aku ada di sini sekarang, bersama diriku yang tetap cengeng namun kuat. Sudah menyadari bahwa air mataku adalah kekuatanku, ekspresi diriku, seperti halnya tawaku, senyumku. Dan betapa aku tidak pernah menyangka bahwa apa yang kulihat dari diriku terkadang tidak objektif, betapa aku sering terlalu buruk menilai diriku sendiri walau belum sebaik itu juga hehe
Merefleksikan perjalananku sejauh ini, aku mau tidak mau berterima kasih. Pada diriku, pada orang-orang di sekelilingku, pada hidup, pada-Nya. Cintaku yang sering terlupa tanpa sengaja. Cintaku yang mendengar tangisan-tangisan patah hatiku tanpa kata, hanya peluk hangat lewat segala yang Dia cipta untuk menghiburku. Dia yang telah ada sejak ketiadaanku. Dia yang seringkali hanya memintaku untuk mengingatNya. Aku tidak akan lupa hari-hari sulit saat yang mampu kugenggam hanya kedua tanganku sendiri lalu Dia datang entah dari mana, memelukku dalam tenang lalu sedihku hilang begitu saja. Meskipun aku menuliskan seratus juta surat cinta dan terima kasih sekalipun tidak akan mampu membalas cinta-Nya. Tapi setidaknya, seperti Dirinya yang tidak pernah membiarkan aku lupa, kadang aku ingin bilang: terima kasih, selalu, Yang Maha Menjaga.
Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang 💗